Selasa, 16 November 2010

Gempabumi Tektonik Dapat Memicu Aktivitas Gunungapi

SETELAH letusan Gunung Merapi pada hari Selasa (26/10), sehari kemudian terjadi peristiwa gempabumi tektonik dengan magnitudo 4.0 Skala Richter yang mengguncang Daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Getaran gempabumi yang dirasakan cukup kuat ini diperkirakan dalam skala intensitas II hingga III Modified Mercally Intensity (MMI). Menurut laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lokasi episentar gempabumi tektonik ini terletak di suatu tempat yang berjarak 13 kilometer arah baratdaya Kota Wonosari.

Peristiwa gempabumi tektonik yang terjadi bersamaan dengan meningkatnya aktivitas Gunung Merapi ini sudah barang tentu semakin menambah rasa was-was dan tanda tanya bagi seluruh masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Apakah peristiwa gempabumi dirasakan ini merupakan pertanda akan terjadinya letusan Merapi yang lebih besar? Ternyata kekhawatiran akan letusan Merapi susulan ini menjadi kenyataan pada hari Sabtu (30/10) pukul 00:40 WIB dinihari. Sungguh mengejutkan, dampak letusan ini telah memicu hujan abu yang cukup tebal dan tersebar di hampir seluruh wilayah Provinsi DIY dan sebagian wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian selatan.

Berdasarkan catatan letusan Merapi tahun 2001 dan 2006, meningkatnya aktivitas Merapi diantaranya selalu di dahului oleh adanya peristiwa gempabumi tektonik. Aaktivitas Merapi tahun 2001 didahului oleh sebuah peristiwa gempabumi interplate dengan magnitudo 6.3 Skala Richter berkedalaman menengah (130 km) yang dibangkitkan oleh aktivitas penyusupan lempeng di zona Benioff. Sedangkan aktivitas Merapi yang meningkat drastis pada tahun 2006 ternyata juga didahului oleh peristiwa gempabumi kuat dengan magnitudo 6.5 Skala Richter. Gempabumi ini memiliki kedalaman dangkal yang dipicu aktivitas sesar aktif di sebelah timur depresi Bantul.

Penelitian yang dilakukan oleh Walter et al. (2007) menunjukkan adanya sebuah hubungan antara letusan Merapi tahun 2001 dan 2006 dengan peristiwa gempabumi tektonik yang terjadi sebelumnya. Dalam penelitian ini Walter et al. (2007) membangun sebuah model untuk melihat besarnya perpindahan tegangan antara peristiwa gempabumi tektonik yang terjadi dan kegiatan vulkanisme Merapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas Merapi sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan tegangan kulit bumi, terkait dengan aktivitas gempabumi tektonik yang terjadi di dekatnya. Terjadinya gempabumi tektonik di zona seismik aktif di sekitar Merapi terbukti telah meningkatkan ekstrusi magma dan aliran-aliran piroklastik Merapi. Hasil penelitian Walter et al. (2007) ini dinilai sangat penting sebagai bahan pengkajian bahaya letusan gunungapi, terkait dengan lokasi Merapi yang berdekatan dengan Kota Yogyakarta.

Mengkaji hubungan antara aktivitas gempabumi dengan aktivitas gunungapi mengingatkan penulis pada sebuah artikel peristiwa kebumian yang menarik tahun 1990, yaitu kasus meletusnya Gunung Unzen di Jepang dan Gunung Pinatubo di Pilipina (Igna Hadi, 1991). Dalam artikel ini diungkap bahwa setelah letusan Gunung Unzen di Pulau Kyushu Jepang, sepekan kemudian disusul, oleh letusan Gunung Pinatubo di barat laut Manila. Letusan Gunung Pinatubo ini mengingatkan peristiwa gempabumi 16 Juli 1990 di Pulau Luzon, pulau yang sama dimana Gunung Pinatubo meletus.

Sebelum terjadi letusan kedua gunung tersebut, para peneliti kebumian Universitas Kyoto melakukan studi tentang gejala kegempaan tersebut. Sehari setelah Gempabumi Luzon, terjadi pula gempabumi dengan magnitudo 6.3 Skala Richter di lepas pantai Taiwan. Gempabumi ini ternyata memicu serangkaian gempabumi di Jepang, khususnya di Yonago, Kyoto, dan Kinki. Data gempabumi juga menunjukkan bahwa beberapa hari sebelum terjadi gempabumi Luzon, juga telah terjadi serangkaian gempabumi kecil di berbagai tempat dekat Unze, Pulau Kyushu, yang berlangsung selama beberapa hari. Rangkaian peristiwa gempabumi kecil ini muncul kembali setelah gempabumi besar di Pulau Luzon.

Selanjutnya pada Bulan Nopember pada tahun yang sama terjadi pula gempabumi dengan magnitudo 4.0 Skala Richter di Yonago. Hasil pengamatan sampai kepada sebuah hipotesis bahwa gempabumi yang terjadi di Pulau Luzon ini akan membawa pengaruh yang serius di Jepang, baik dalam aktivitas kegempaan maupun aktivitas vulkanisme berupa letusan gunung api.

Fenomena kebumian ini sebenarnya dapat dijelaskan dengan mudah. Meningkatnya tegangan kulit bumi di kepulauan Jepang dan Taiwan telah mengakibatkan terjadinya berbagai aktivitas kegempaan pada beberapa daerah tersebut di atas. Aktivitas kegempaan yang sedemikian rupa rupanya telah menyebabkan terjadinya perubahan massa kerak bumi di bawah permukaan dalam pengaruh panas yang dicerminkan oleh aktivitas vulkanisme.

Berdasarkan beberapa fakta fenomena kebumian yang terjadi di Yogyakarta, Pilipina, dan Jepang tersebut di atas, kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa aktivitas kegempaan ternyata dapat memicu meningkatkan aktivitas gunungapi. Sebaliknya, hingga saat ini belum ada satupun penjelasan ilmiah yang menyebutkan bahwa aktivitas gunungapi dapat memicu terjadinya aktivitas gempabumi tektonik.***

Tidak ada komentar: