Rabu, 17 November 2010

“Escape Tectonics” Indonesia

Konsep escape tectonics (extrusion tectonics) yang dikemukakan oleh Molnar dan Tapponnier (1975), Tapponnier dkk. (1982), dan Burke dan Sengör (1986) dicoba diterapkan di Indonesia (Satyana, 2006). Escape tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan terjadinya gerak lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan bergerak menuju wilayah bebas di samudra. Karena itu, peneyebutan konsep tektonik ini lebih sesuai bila disebut : post-collisional tectonic escape (gerak lateral menjauh pascabenturan). Eksplorasi hidrokarbon di wilayah Indonesia membantu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah terjadi escape tectonics di Indonesia. Secara singkat bisa dikatakan, zone benturan dicirikan oleh jalur sesar-lipatan yang ketat, sementara hasil escape tectonics dicirikan oleh sesar-sesar mendatar regional, sesar-sesar normal, dan retakan-retakan atau pemekaran kerak Bumi.

Saya mengidentifikasi lima peristiwa benturan di Indonesia yang membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang Kenozoikum. Benturan pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah). Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda (Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda, pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina, dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan menggiatkan kembali garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae Ping), Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar Sumatra.


image007.jpg

Gambar 1 Tectonic escape di Indonesia Barat pada 45 Ma dicirikan oleh benturan India dan Eurasia dan bergeraknya massa daratan Asia Timur, Indocina dan Indonesia Barat ke arah timur dan tenggara. Sesar-sesar mendatar besar di Asia (misalnya Altyn Tagh), pembukaan Laut Jepang dan Laut Cina Selatan adalah juga manifestasi tectonic escape akibat benturan India-Eurasia (dimodifikasi dari Tapponnier dkk., 1982; Satyana, 2006)

Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur kepulauan samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan dengan tepi utara Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan jalur lipatan dan sesar Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti oleh escape tectonics berupa sesar-sesar mendatar besar dan pembentukan cekungan akibat runtuhan (collapse) di depan zone benturan. Sesar-sesar besar tersebut adalah Sesar Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar Waipoga, Sesar Gauttier, dan Sesar Apauwar-Nawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal area) Papua Utara (termasuk di dalamnya Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan Cekungan Akimeugah di selatan zone benturan Pegunungan Tengah Papua, terbentuk akibat runtuhan untuk mengkompensasi tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang terbentuk juga mempengaruhi pembentukan cekungan-cekungan ini.

Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan badan Papua pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru menandai benturan ini. Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini seperti Tarera-Aiduna, Sorong, Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonics pascabenturan. Cekungan Bintuni yang terletak di sebelah barat Jalur Lengguru merupakan foreland basin yang terbentuk sebagai akibat post-collision extensional structure.

Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika mikro-kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong. Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur dan Jalur Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini telah diikuti tectonic escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka cekungan-cekungan koyakan (pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensional seperti danau-danau Poso, Matano, Towuti juga Depresi Palu.

Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika tepi utara Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor, Tanimbar sampai Seram. Di wilaya Seram, jalur ini juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram dengan mikro-kontinen Kepala Burung. Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti benturan busur-benua ini, pembukaan ini adalah manifestasi tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar terbentuk hampir sejajar dengan orientasi Pulau Timor. Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan pembentukan serta pembukaan Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan dengan escape tectonics pascabenturan ini melalui mekanisme extensional structure atau collapse yang mengikuti arc-continent collision.

Kasus-kasus di Indonesia ini menunjukkan bahwa tectonic escapes adalah gejala dan proses yang penting dalam evolusi wilayah konvergen seperti Indonesia. Konsep escape tectonics memberikan kontribusi penting untuk pemahaman bagaimana benua terbangun dan terpotong-potong.

image006.png

Gambar 2. Tectonic escape pascabenturan Banggai-Sula dicirikan oleh banyak hal : rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembukaan Teluk Bone, dan pembentukan sesar-sesar mendatar besar yang memotong pulau ini. Escape tectonics di Sulawesi merupakan gambaran ideal model yang dikemukakan Molnar dan Tapponnier (1982) dan Tapponnier dkk. (1982). Panah hitam adalah arah benturan, panah kosong adalah arah escape (Satyana, 2006)

By Awang

Tidak ada komentar: